PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN
TANAH LAUT
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
RETRIBUSI PEMAKAIAN
KEKAYAAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
BUPATI TANAH LAUT,
Menimbang
|
:
|
a. bahwa aset daerah
merupakan harta kekayaan yang dimiliki dan dikuasai oleh Pemerintah Daerah,
baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang pengelolaan dan
pemanfaatannya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya guna kepentingan Pemerintah
Daerah dan masyarakat Kabupaten Tanah Laut;
b. bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, maka pengaturan terhadap retribusi pemakaian kekayaan
daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 14
Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dan Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Laut Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah perlu disesuaikan dengan Undang-Undang
dimaksud;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
|
Mengingat
|
:
|
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Tanah Laut, Daerah Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong
dengan mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang
Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2756);
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
3.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699);
5.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3838);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3853);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161) ;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593) ;
11. Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4855);
12. Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25) sebagaimana telah diubah beberapa
kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 317);
15. Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
16. Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
17. Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Laut Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Tanah Laut (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 14);
18. Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Laut Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Laut Tahun 2009 Nomor 2);
19. Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Laut Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Tanah Laut (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Nomor 2);
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH
LAUT
dan
BUPATI TANAH LAUT
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH.
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan daerah ini yang dimaksudkan dengan :
1.
Daerah adalah Kabupaten Tanah Laut.
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan
Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.
Bupati adalah Bupati Tanah Laut.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tanah Laut.
5.
Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah yang
selanjutnya disebut DPPKA adalah Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Tanah Laut.
6.
Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Tanah Laut.
7.
Kas Umum Daerah adalah Kas Umum Daerah Kabupaten Tanah Laut.
8.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
9.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang
retribusi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10.
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
11.
Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan.
12.
Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah
berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan
lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
Badan.
13.
Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan
oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
14.
Kekayaan Daerah adalah segala aset yang dimiliki oleh daerah baik
yang berupa barang bergerak maupun tidak bergerak.
15.
Laboratorium lingkungan adalah
laboratorium yang mempunyai sertifikat akreditasi laboratorium pengujian
parameter kualitas lingkungan dan mempunyai identitas registrasi.
16.
Laboratorium klinik adalah
laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan di bidang
hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, parasitologi, imunologi, patologi dan atau
bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan terutama untuk
menunjang upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pada UPT Dinas Kesehatan.
17.
Laboratorium Bidang Pekerjaan Umum (PU) adalah
laboratorium di bidang Pekerjaan Umum (PU) yang melaksanakan pelayanan
laboratorium kontrol kualitas (quality control) baik kuantitas maupun kualitas
sebelum dan sesudah pekerjaan konstruksi dilaksanakan.
18.
Air adalah semua air yang terdapat diatas dan
dibawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil.
19.
Air Limbah adalah Sisa dari suatu hasil usaha dan
atau kegiatan yang berwujud cair.
20.
Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan bumi
pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup dan unsure lingkungan hidup lainnya.
21.
Sumber Air adalah Wadah air yang terdapat di atas
dan dibawah permukaan tanah termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, danau, rawa, situ, waduk dan muara.
22.
Baku Mutu Air adalah batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air.
23.
Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas kadar dan
jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke sumber air
dari suatu usaha atau kegiatan.
24.
Baku Mutu Udara Ambien adalah ukuran batas atau
kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
25.
Retribusi Pemakaian kekayaan daerah adalah yang selanjutnya dapat
disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pemakaian kekayaan Daerah
antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruang serta, pemakaian
kendaraan atau alat-alat berat milik daerah.
26.
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
27.
Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu
dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
28.
Surat Setoran Retribusi Daerah yang dapat disingkat SSRD adalah bukti
pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
29.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SKRD adalah
Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang
terutang.
30.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang dapat disingkat
SKRDLB adalah Surat Ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada
retribusi terutang atau tidak seharusnya terutang.
31.
Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda.
32.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan / atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangan perpajakan daerah dan
retribusi daerah.
33.
Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang
perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA,
OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal
2
Dengan
nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dipungut retribusi sebagai pembayaran
atas pemakaian kekayaan daerah.
Pasal 3
(1)
Obyek Retribusi pemakaian kekayaan daerah yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah.
(2)
Dikecualikan dari pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan
tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah antara lain pemancangan tiang listrik/telepon
atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum.
(3)
Obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pemakaian :
a. tanah ;
b. peralatan dan mesin ;
c.
gedung dan/atau
bangunan;
d. kendaraan bermotor dan/atau kapal ; dan
e.
laboratorium.
Pasal 4
(1)
Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
atau menikmati pelayanan dari pemerintah Daerah dalam menggunakan Kekayaan daerah.
(2)
Wajib Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi
atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk
melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi
Pemakaian Kekayaan Daerah.
BAB
III
GOLONGAN
RETRIBUSI
Pasal
5
Retribusi
pemakaian kekayaan daerah digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
BAB
IV
TATA
CARA DAN PERSYARATAN PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH
Pasal
6
(1)
Setiap pemakaian kekayaan daerah wajib memperoleh izin dari Bupati
atau pejabat yang ditunjuk.
(2)
Pemakaian kekayaan daerah dilaksanakan melalui surat perjanjian
kontrak atau sewa dan dapat diperpanjang atas persetujuan Bupati atau pejabat yang di tunjuk
yang memuat ketentuan dan syarat
sebagai berikut :
a. jenis, jumlah, jangka waktu
dan biaya sewa
b. referensi surat perjanjian
pemakaian kekayaan daerah;
c.
penyerahan dan pengembalian;
d. penggunaan peralatan;
e.
biaya operasi dan pemeliharaan;
f.
pembayaran sewa; dan/atau
g. force majeure.
(3)
Pemakai dilarang memindahtangankan pemakaian kekayaan daerah
kepada pihak lain kecuali mendapatkan izin resmi dan atas persetujuan Bupati atau pejabat yang di tunjuk.
(4)
Pemakai bertanggungjawab atas pemakaian kekayaan daerah dan wajib
mengganti atau memperbaiki terhadap kerusakan yang timbul selama masa
pemakaian.
(5)
Dalam hal terjadi kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
yang diakibatkan force majeure ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(6)
Berdasarkan kewenangannya dan efisiensi birokrasi Bupati dapat
menyerahkan kewenangan penandatanganan Perjanjian kontrak MoU sewa beserta
perpanjangannya sebagaimana dimaksud ayat (2) kepada pejabat yang ditunjuk.
(7)
Penandatanganan oleh pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud ayat (6) dapat dilakukan
setelah Bupati memberikan persetujuan pemakaian objek kekayaan daerah oleh
pemakai.
(8)
Penyerahan kewenangan penandatanganan perjanjian kontrak MoU sewa
oleh pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud ayat
(6) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(9)
Teknis dan tata cara pemakaian kekayaan daerah serta perpanjangan
perjanjian diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 7
(1) Untuk
pemakaian kekayaan daerah yang bersifat insidential seperti laboratorium
lingkungan, laboratorium klinik, laboratorium bidang pekerjaan umum dan
pemakaian gedung/bangunan /lapangan/tanah /kendaraan harian maka dikecualikan dari ketentuan Pasal
6.
(2) Teknis dan tata cara
pemakaian kekayaan daerah
sebagaimana dimaksud ayat (1) akan diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB
V
CARA
MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal
8
Tingkat
penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis, ukuran/luasan dan lamanya waktu pemakaian kekayaan daerah.
BAB
VI
PRINSIP
DAN SASARAN
DALAM
PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal
9
(1)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang
beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
(2)
Dalam hal tarif pasar yang berlaku sulit ditemukan atau diperoleh,
maka tarif ditetapkan sebagai jumlah pembayaran per satuan unit pelayanan atau jasa yang merupakan
jumlah unsur-unsur tarif yang meliputi unsur biaya per satuan penyediaan jasa.
(3)
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi biaya
administrasi, pemeliharaan bangunan, perawatan, kebersihan, bahan habis pakai pada laboratorium, dan
pemeliharaan serta pengadaan peralatan laboratorium pada laboratorium
lingkungan, laboratorium klinik, dan laboratorium bidang
pekerjaan umum.
BAB
VII
STRUKTUR
DAN BESARNYA TARIF
Pasal
10
(1) Struktur tarif retribusi
ditetapkan berdasarkan jenis, ukuran/luasan dan lamanya waktu pemakaian kekayaan Daerah.
(2) Besarnya tarif retribusi
atas masing-masing pemakaian kekayaan Daerah ditetapkan sebagaimana dimuat
dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
BAB
VIII
WILAYAH
PEMUNGUTAN
Pasal
11
Retribusi
dipungut diwilayah obyek
retribusi berada.
BAB
IX
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 12
(1)
Retribusi
dipungut dengan menggunakan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.
(3)
Dalam hal Wajib
Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari
retribusi yang terutang, yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD.
(4)
Penagihan retribusi
terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran.
(5)
Tatacara pelaksanaan Pemungutan
Retribusi, Penagihan dan Penerbitan Surat Teguran diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB
X
TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 13
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi
sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang
harus dilunasi selambatnya 15 (limabelas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan.
(3)
Pembayaran retribusi
daerah dilakukan di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu
yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(4)
Dalam hal pembayaran
dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan Retribusi Daerah
harus disetor ke Kas Daerah paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja.
.
Pasal 14
(1)
Besarnya penetapan
dana penyetoran retribusi dihimpun dalam buku jenis retribusi.
(2)
Atas dasar buku jenis
retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat daftar penerimaan dan
tunggakan perjenis retribusi.
(3)
Tata cara pembayaran,
penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal
15
(1) Bupati atau pejabat yang
ditunjuk dapat memberikan izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur
retribusi yang terutang dalam kurun waktu tertentu dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(2)
Tata
cara pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2), ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
BAB
XI
TATA
CARA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 16
Dalam
hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya, dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi
yang terutang dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah
(STRD).
BAB
XII
TATA CARA PENGURANGAN,
KERINGANAN
DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal
17
(1) Bupati dapat memberikan
pengurangan, keringanan, dan pembebasan besarnya Retribusi.
(2) Pemberian pengurangan dan
pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah dengan
memperhatikan kemampuan wajib retribusi.
(3) Tata cara pemberian
pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB
XIII
TATA
CARA PEMBETULAN, PENGURANGAN KETETAPAN, PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI
ADMINISTRASI
DAN
PEMBATALAN
Pasal
18
(1) Wajib Retribusi dapat
mengajukan permohonan pembetulan SKRD dan STRD yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan
peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah.
(2) Wajib Retribusi dapat
mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa
bunga dan kenaikan Retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya.
(3) Wajib Retribusi dapat
mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan Retribusi yang
tidak benar.
(4) Permohonan pembetulan,
pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan
pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh
Wajib Retribusi kepada Bupati, atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKRD dan STRD dengan memberikan alasan
yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.
(5) Keputusan atas permohonan
sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk selambat - lambatnya
3 (tiga) bulan sejak surat diterima.
(6) Apabila sudah lewat 3 (tiga)
bulan sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan ayat (5) pasal ini, Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, maka permohonan, pembetulan,
pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan
pembatalan dianggap dikabulkan.
BAB
XIV
TATA CARA PERHITUNGAN
PENGEMBALIAN DAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1)
Jika
pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran
retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen)
sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2)
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
Pasal 20
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib
Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus menerbitkan Keputusan.
(3) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menerbitkan keputusan.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Bupati tidak menerbitkan Keputusan,
permohonan pengembalian pembayaran
retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(5) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi
lain, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
(6) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(7) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi
dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran
retribusi.
(8) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran
retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
BAB XV
PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG
KEDALUWARSA
Pasal 21
(1) Hak untuk
melakuan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali melakukan
tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa
penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh jika :
a.
diterbitkan Surat Teguran, atau;
b.
ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi,
baik langusng maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal
diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran
tersebut.
(4) Pengakuan
utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang
retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan
utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran dan permohonan keberatan
oleh Wajib Retribusi.
Pasal 22
(1) Piutang
Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati
menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara
peng hapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
BAB XVI
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 23
(1)
Bupati
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah dan retribusi.
(2) Wajib retribusi yang
diperiksa wajib :
a. memperlihatkan dan / atau meminjamkan buku
atau catatan dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan
dengan objek retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat
atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan; dan / atau
c. memberikan
keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur
dengan Peraturan Bupati.
BAB XVII
KEBERATAN
Pasal 24
(1) Wajib retribusi dapat
mengajukan permohonan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
atas SKRD, atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara
tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai dengan alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali
apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak
dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(4) Keadan diluar kekuasaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar
kehendak atau kekuasaan wajib retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak
menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal
25
(1) Bupati dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan surat keputusan
keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi bahwa
keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan
dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya
retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu
sebagaimana dimaksud ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVIII
Pasal 26
(1) Untuk Penerimaan retribusi atas
laboratorium lingkungan, laboratorium klinik dan laboratorium bidang
Pekerjaan Umum setelah disetorkan seluruhnya ke Kas Daerah akan dikembalikan laboratorium 100% (seratus persen) menjadi komponen belanja
sesuai dengan komponen biaya yang dimuat dalam Lampiran Peraturan Daerah ini,
yaitu bahan, jasa pelayanan dan jasa sarana.
(2) Penggunaan dana pengembalian
yang dimaksud ayat (1)
dianggarkan
dan menjadi komponen belanja dalam Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Badan
Lingkungan Hidup.
(3) Pengaturan pemanfaatan bahan,
jasa pelayanan dan jasa sarana
sebagaimana dimaksud ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
(4) Apabila dalam perkembangannya
terjadi pembangunan dan penambahan aset daerah yang belum tercantum dalam
Peraturan Daerah ini, dimana dalam pemanfaatannya dapat dijadikan obyek
retribusi dan digunakan oleh subyek retribusi maka tarif atas pemakaian
kekayaan daerah dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
|
PEMANFAATAN, PENINJAUAN TARIF DAN INSENTIF
Pasal 27
(1)
Tarif retribusi ditinjau kembali
paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2)
Peninjauan tarif retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan
perkembangan perekonomian.
(3)
Instansi yang melaksanakan pemungutan
retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(4)
Pemberian insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(5)
Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan tata cara
pemberian serta pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Bupati
BAB
XIX
PENYIDIKAN
Pasal
28
(1) Pejabat Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari,
mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan
mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan
bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang retribusi daerah;
d. memeriksa buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan
untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain,
serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f. meminta bantuan tenaga ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi
daerah;
g. menyuruh berhenti dan atau
melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
h. memotret seseorang
berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk
didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain
yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, melalui Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XX
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
29
(1) Wajib retribusi yang tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dan Pasal
6 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
(2) Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Hasil denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Daerah.
BAB
XXI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
30
(1)
Dengan
telah diundangkannya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Tanah
Laut 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana yang diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Laut Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan
Daerah, Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Laut 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir dan/atau
Pertokoan dan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur dan atau ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
dan atau Keputusan Bupati.
Pasal 31
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Tanah Laut.
Ditetapkan di Pelaihari
pada tanggal 1 Maret 2013
……………. 2009
BUPATI TANAH LAUT,
H. ADRIANSYAH
Diundangkan
di Pelaihari
pada
tanggal 1 Maret 2013
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TANAH LAUT,
H. ABDULLAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN
TANAH LAUT TAHUN 2013 NOMOR 1
Komentar
Posting Komentar